Minggu, 03 Mei 2015

Bermain diatas air

Tak sabarlah kita memang ingin mencandu bibirmu
Menjamahnya dengan lantunan suara syahdu
Diatas atap luar yang sudah mulai rapuh
Suara bising bertebaran membuat angin bergemuruh

Sabarlah Bung..
Kiamat masih belum mau untuk merusak tempat ini
Masa lalupun masih enggan untuk menawarkan gelapnya
Alam semesta masih bersedia mengajak kita bermain
Karena semua hanya meluap diatas air yang mengalir

Jogja 27 April 2015

Ruang kamar



Pojok ruang yang dipenuhi kertas nan usang
Tembok  yang meluntahkan coretan hitam
Lembaran kisah sadis terukir menjadi debu
Disini, ditembok yang berdiri, terangkum nuasa gelap
Gersang memang..
Lantai beradu suara dua manusia
Lebihpun ada, namu itu tawa manusia hina
Hanya sesekali jidat menatap mengadu nasip hidup
Bukan penghuninya, melaikan lainnya
Bukan aku atau kamu, tapi dia..
Dia yang tak jarang hadir dihadapan keduniawiannya
Dia yang tak pernah lupa kepada sang pencipta
Dia yang tak pernah lepas dari rantai agama
Hitam memang..
Nuasa gelap terasa ketika dia yang lain lagi datang
Bersenggama mengatasnamakan keindahan wujud yang tiada
Hingga meneteskan air mata diakhir kemesraan buta
Dari itulah ruang kamar ini tercipta kisah yang tidak pernah ada

Jogja 04 April 2015

Minggu, 12 April 2015

KOPI DAN SEGENAP HAYALKU

 Seteguk kopi mulai aku nikmati. Seperti menikmati anggur merah yang tertuang dalam gelas kecil di tempat wanita-wanita pendusta sabda Tuhan yang sedang menjajankan tubuhnya. Begitulah dunia dengan segala konsep yang telah dibentuk dengan rapi oleh para pemikir kehidupan. Harus ada yang salah dan ada yang mengaku benar, karena tidak mungkin dari keduanya dipaksa sama. Tidak ada pula perjuangan jika tidak ada perbedaan dari salah satu yang mengaku berada di jalan kebenaran. Heran memang, dan ini harus diterima sebagai kenyataan.

Masih tergiang kata-kata seorang wanita malam dalam ingatanku “neng dunnyo iki ora ono seng sepurno le”  begitulah kiranya dia mengataiku dengan dengan raut wajah semangat membela bahwa apa yang sedang dilakukannya memang atas kehendak dia yang telah direstui alam. Namun sempat saja, kopi hitam yang ada didepan wajahku seolah berkata “ah itu hanya sekedar pembelaan belaka. Setiap orang akan membela dirinya sendiri, supaya yang dia jalani tetap dianggap kebenaran, walaupun tidak nampak saja”.

Itulh kisah yang teringat dikepalaku saat aku menikmati kopi sendiri. Bersama buku, rokok, dan hayalan-hayalan konyol yang dibuat oleh akalku sendiri. Akan tetapi, sendiri tidak membuat rasa sedih menghapiri, pun tidak sedikit ruang dalam pikiran tidak terisi, karena ada tiga serangkai teman tadi yang selalu ada dan tidak pernah berkhianat.

Mencoba berpikir dalam-dalam tentang nasihat dari seorang yang aku juluki sebagai pedusta sabda Tuhan. Aku berprasangka bahwa dia terdesak ekonomi, tapi jika dia berhadapan dengan seorang tokoh agama, mungkin saja beribu kata ocehan akan menerpa mukanya. Tentu, neraka akan menantinya kelak dihari pembalasan.

Andai saja pada saat hari pembalasan itu, aku bisa menegur Tuhan, dan akan berbicara lantang dihadapannya “Tuhan, kau ini bagaimana? Kau mencipkatan kami seolah mainan yang kau buat untuk memenuhi hasratmu, untuk menghiburmu dalam kesepian tanpa seorang kekasih yang sanggup membelaimu ketika malam tiba dan yang akan mengucapkan selamat pagi ketika pagi mulai datang, lalu mengecup bibirmu setelahnya. Kau kesepian kan? Lalu kau menciptakan kami disaat kau merasakan itu. Dan kenapa ketika ciptaanmu mejalankan kehidupan yang kau berikan, kenapa kau tidak menjadikannya seseorang yang kau inginkan agar kau puas dengan keinginanmu? Kau maha kuasa, maha berkehendak, maha segalanya. Menjadikannya terhindar dari tempat penjualan badan agar dia seperti apa yang kau inginkan saja, kau tidak bisa”. Hanya hayalanku saja. Namun jika memang benar aku bisa berkehendak dihadapan tuhan nanti, aku akan berkata begitu.

Kembali pada kopi lagi. Tiada kopi, tiada hanyalan yang kemana-mana pula. Tapi kenikmatan ini mengajak pikiranku mengarungi lembah yang jarang dijamah orang lain. Seperti hayalan yang tidak berani orang menyentuhnya, dalam artian pikiran yang akan menjadikan iman seseorang tergelincir dari tempat berdirinya. Tapi ini bukan salahku, jika dengan alasan bahwa Tuhanlah yang memberikan akal pikiran. Jadi apapun yang diperbuat oleh akal, itu salah si pembuat yang membuatnya menjadi liar. Ah.. itu hanya hayalan saja. Maklum dari keadaan sepi seperti ini, hal yang paling enak untuk dilakukan adalah berhayal, selain dari memadang layar handphone.

12 04 2015 

Selasa, 07 April 2015

AGAMA MANA YANG BENAR?


     Sejauh ini apa yang kita pelajari dari agama yang katanya akan menghantarkan kepada jalan yang benar, Jalan yang direstui Tuhan, jalan yang membentuk diri menjadi manusia yang berakhlak dan bermartabat. Akan tetapi pada kenyataannya berbeda dengan apa yang selalu dikatakan oleh para pemuka agama dalam setiap ceramah-ceramahnya didepan umat.
     Terkait dengan kebenaran agama itu sendiri. Agama A mengatakan bahwa agamanya adalah agama yang benar, agama B juga akan mengatakan yang sama. Dan jika keluar dari agama tersebut, dalam arti memeluk agama yang berbeda, pasti akan dikatakan sesat. Semua agama akan mengklaim bahwa jalannya adalah kebenaran yang absolut. Diluar darinya, tidak akan ada keselamatan sedikitpun. Untuk itu, setiap manusia harus memeluk satu agama dan harus meniadakan dan juga mengklaim bahwa agama lain adalah kesesatan.
Fenomena keberagamaan yang seperti ini yang terlihat lucu. Seharusnya sebagai manusia yang beragama, kita mempercayai sesuai apa yang telah kita pelajari. Akan tetapi, selama apa yang kita pelajari tidak membuat kekacauan yang akan merusak keseimbangan alam, maka hal itu sah-sah saja. Ternyata, agama yang seharusnya membawa kedamaian itu tidaklah sesuai dengan apa yang diharapkan. Tentang kebenaran agama sendiri, yang inti dari itu ada dalam internal masing-masing juga membawa kekacauan.
     Memilih A akan disalahkan, memilih B disalahkan pula. Lalu mana yang benar? Tidak ada yang benar bagi saya. Semua agama tidak ada yang benar dan salah. Karena selama dualisme dalam hidup, terutama dalam kebereagamaan selalu ada. Kebenaran tidak ada dari satu pihak, tapi ada pada semua pihak. Dengan tidak menyalahkan agama lain, agama yang dianaut bisa dikatakan agama yang benar. Oleh karena itu, jika menilai agama sendiri sebagai agama yang benar. Maka tiadakan menilai agama lain adalah salah dengan saling menyalahkan yang itu akan memancing sebuah kekacauan.
     Setiap agama membawa kebanarannya sendiri. Tiap pemeluknya diberi hak untuk memilih agama yang sesuai dengan apa yang diyakininya. Jika yang diyakini bisa membawa kedamaian bagi pemeluknya, maka agama yang benar baginya adalah itu. Namun jika yang terjadi sebaliknya, maka boleh dikatakan agama itu adalah agama yang salah baginya, atau mungkin itu bukan agama yang benar. Pada intinya agama adalah jalan yang bisa menjadikan pemeluknya sebagai manusia yang bertuhan, bermartabat dan berakhlak yang baik. 

Rabu, 18 Maret 2015

Paradigma Halal-Haram

Diskusi yang menurut saya tidak pogres sama sekali di kelas. Diskusi ini menyangkut doktrin keislaman tentang maksiat, surga dan neraka, kafir, musrik. Saya tidak menganggap itu tidak baik, tapi akan lebih baiknya jika membahas permasalahan seperti itu dengan sedikit merasionalkan dengan bukti empiris. Mungkin alasan peradaban Islam mengalami degradasi salah satunya adalah umat Islam selalu menyibukkan diri dengan halal haram, mengkafir-kafirkan orang yang tidak sepemahaman, berkutat pada qoul ulama' klasik tanpa menganalisis terlebih dahulu sebab-akibatnya.

Perihal seperti ini yang harus jadi perhatian dan menjadi bahan renungan kita sebagai umat Islam. Terlalu membanggakan masa kemajuan Islam saat masa kerajaan Islam dulu sampai lupa sekarang kita hidup dizaman yang berbeda. Semakin tua umur dunia, juga semakin berkembangnya pemikiran setiap orang. Oleh karena itu, seharusnya umat muslim tidak hanya membahas permasalahan halal-haram. Tapi lebih membuktikan doktrin halal haram yang ada memang tidak baik bagi keseimbangan alam atau tidak baik bagi setiap orang.

Terkait halal-haram suatu makanan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Akan terlihat kuno jika mengharam-haramkan makanan hanya mengunakan ayat, hadis, atau qoul ulama'. Bukan tidak baik dengan cara seperti itu, cobalah sedikit merasionalkan larangan-larangan yang terdapat dalam doktrin Islam. Misalnya; umat Islam dilarang makan babi karena di dalam alqur'an sudah diwahyukan Allah. Sebab daging babi mengandung cacing pita yang tidak baik bagi tubuh manusia. Perbuatan (mengkonsumsinya) ini sangatlah tidak diperkenankan, karena dalam raga yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat. Titik tekan dalam permasalahan halal-haram, asumsi saya adalah esensi dan sebab-akibat tersebut yang kebanyakan umat muslim jarang memperhatikannya.

Perlunya mengunakan hukum kuasalitas dalam doktrin-doktrin Islam. Supaya, umat islam mengerti tujuan atau esensi doktrin dalam Islam tidak hanya mengharam-haramkan tanpa sebab dan akibatnya. Akan tetapi dibalik suatu larangan itu ada sebuah esensi dan akibat-akibat yang akan terjadi jika melanggar hukum dalam doktrin Islam tersebut. Di era modern seperti ini sangat penting merasionalkan hal-hal seperti ini. Tentunya  agar bisa menyelaraskan dengan sistem berfikir manusia yang mulai berkembang dan supaya doktrin Islam itu tetap relevan bila masih tetap dipakai di era kehidupan manusia sekarang. Karena islam tidak hanya mengatur tata cara beribadah kepada Tuhannya tapi mengatur pola kehidupan penganutnya juga.
Note: sumber pict dari mirajnews.com

Kamis, 12 Maret 2015

Tak Ada Manusia Yang Sempurna

"Tidak ada manusia yang sempurna" kata yang lumrah didengar oleh kita. Sebetulnya saya kurang sepakat dengan adanya statmen yang menyatakan manusia tidak sempurna. Karena, jikalau kita meyakini bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, tentu Tuhan gagal dalam menciptakan makhluk hidup. Tuhan gagal saat mengkonsep ataupun setelah membuat rangkaian alam semesta. Karena Tuhan mempunyai pangkat "maha segala" yang telah disandarkan pada dzatNya. Tapi ketika manusia tercipta, ia tercipta dengan keadaan yang tidak sempurna.

Dimana kekuasaan Tuhan? Sampai makhluk yang ia ciptakan tidak sempurna. Mungkinkah manusia lebih kuasa ketika menciptakan sebuah kursi yang bisa diduduki oleh murid disekolah adalah kehebatan manusia yang melebihi kebehatan Tuhan? manusia menciptakan kursi saja bisa sempurna. Apalagi Tuhan sang maha sumber yang menciptakan alam semesta.

Bukan bermaksud membela Tuhan atau membuat pernyataan bahwa Tuhan gagal dalam membuat ciptaanya sempurna. Akan tetapi, saya tekankan dalam tulisan ini ialah manusia yang menganggap dirinya tidak sempurna. Jika manusia tidak sempurna, lalu siapa yang sempurna? Kerbau, kucing, babi ataukah padi yang dianggap selama ini sempurna melebihi manusia.

Plato menganggap dunia ini tidak nyata. Karena apa yang ada dalam dunia indra adalah bayangan dari wujud aslinya didunia ide. Aristoteles membantah plato tentang teori mitos gua tersebut. Karena segala yang ada di dunia ide adalah hasil dari sesuatu yang ada dalam dunia indra. Saya akan mengambil titik tengah dari dua pernyataan kedua tokoh filsuf untuk mehubungkan ke pernyataan "tidak ada manusia yang sempurna".

*Biar gak tengang, ngopi dulu

Sejak bayi dilahirkan dari rahim ibu, tidak semua lahir dengan kondisi fisiknya lengkap. Tentu saja keadaan ini bukan dari ketidak sempurnaan lahirnya manusia. Ketika seseorang memandang ada orang yang(sepurone) cacat. Maka ia akan menganggap bahwa apa yang dilihat adalah makhluk yang tidak sempurna. Karena dunia ide merekam dan mengkonsepkan kesempurnaan manusia adalah fisik yang lengkap tanpa satupun yang kurang. Tentang gagasan dunia ide plato, seseorang yang kondisi fisiknya tidak lengkap akan dikatakan tidak sempurna, mungkin plato akan membantah pernyataan itu. Karena orang tersebut adalah bayangan dari cetakan aslinya dalam dunia ide. (Karepmu lah to plato. Arep ngomong opo)

Menurut aristoteles, yang beranggapan bahwa subtansi ada dalam materi dan itu nyata bukan bayangan dari dunia ide seperti apa yang dikatakan plato. Oleh karenanya, kesempurnaan manusia adalah keberadaan manusia Atau manusia bisa hidup merupakan kesempurnaan atas manusia.

Menilai suatu kesempurnaan manusia seharusnya dari diri manusia. Karena yang menjadi tolak ukur kesempurnaan itu adalah dari subtansi atau cetakan diri manusia. Seperti yang dimaksudkan plato, keberadaan sesuatu yang ada didunia indra adalah duplikat dari wujud atau cetakan aslinya yang berada dalam dunia ide. Dari kedua gagasan kedua tokoh filosof tadi, jelas kalau kesempurnaan manusia terletak dalam diri manusia. Sebab keberadaan cetakan aslinya atau subtansi dasar yang membuat kesempurnaan wujud hingga manusia bisa hidup adalah ciptaan yang tidak bisa dibilang itu tidak sempurna.

Kerap kali manusia berfikir ketidak sempurnaan atas manusia dinilai dari perbandingan dengan penciptanya. Bagaimana mungkin sebuah kursi dikatakan tidak sempurna jika kesempurnaanya dibandingkan dengan si pembuat. Kalau kursi tersebut menurut gagasannya plato, akan dikatakan sempurna. Karena hasil penciptaan kursi tersebut berawal dari cetakan atau wujud aslinya di dunia ide. Pandangannya aristoteles mengenai kesempurnaan kursi adalah dari subtansi dasar yang dibuat oleh si pembuat hingga menghasilakan sebuah bentuk yang sempurna. Apakah kesempurnaan kursi dinilai dari hasil perbandingan antara si pembuat dan hasil dari pembuat? Tidak.

Tidak ada manusia yang TIDAK sempurna didunia ini dan selama ia berlangsung menjalani kehidupannya. Tuhan mengevolusi segala sesuatu tidaklah kesempurnaannya dibandingakan oleh si pembuat atau benda lain selain diri manusia. Bukan cacat fisik atau kekurangan pengetahuan yang membuat manusia dibilang tidak sempurna tapi ketika ia tidak dilahirkan dan tidak pernah ada yang semustinya dibilang tidak sempurna. Karena keberadaan selalu pantas dibilang ada dan sempurna. selama ketidak sempurnaan dikatakan ada adalah ketiadaan yang seharusnya bersandang pada ketidak sempurnaan atau bersimpang dari keinginan Tuhan dalam proses permainannya. Sebab kalau manusia tidak sempurna maka secara otomatis sang pencipta yang maha kuasa juga terlibat dalam ketidak sempurnaan. Bahkan boleh dikatakan tidak maha kuasa atas segala ciptaannya.