Selasa, 09 Desember 2014

Detik Akhir


Akhir sewaktu jantung berdetak bersamamu
Disinggasana dunia, hanyalah impian yang telah memfosil
Hingga dunia baru terlahir karna ada keingkarnasi waktu
Yah, kita memang bicara waktu dan ruang berbeda
Tapi dulu telah menjadi takdir yang tidak bisa berubah
Ruang dan waktuku sekarang berbeda

Ketika semua orang berbicara tentang dunia, tapi aku berbicara masalah waktu yang diam
Seakan semua kebahagiaan terhimpit zaman kegelapan
Kakiku hanyalah alat untuk mencari kebahagiaan
Namun tak terbersit sekatapun dalam pikiran jernihmu
Diam tidak kau pahami dan memang tingkah tidak selalu bisa ditafsiri
Sajakku adalah kata mati, tak seorangpun bisa menafsirkan dengan tepat
Tak perlu bicara diam yang membuat pikiran melayang-layang
Cukup ruang dan waktu yang diam yang harus dimengerti dengan hati
Kita bicara hati, ya kita memang berbicara masalah hati
Hati yang busuk tapi aku juga tidak mengerti tentang isi hati

Sampai kapanpun kebohongan berulang-ulang akan jadi sebuah kebenaran
Cukup alasan di siang ini saja menjadi saksi
Karna aku tak percaya definisi hatimu
Karna aku tak mungkin hidup semalanya dalam duniamu
Karna suatu saat dunia akan terbelah menjadi dua
Aku di barat dan kau di timur sana
Tembok berlin akan menjadi pemisahnya
Aku terkurung suasana alam raya dan kau hidup abadi selamanya
Terima kasih atas ruang dan waktu yang sekarang telah membisu
Darimu aku belajar banyak tentang segala sesuatu.

Minggu, 16 November 2014

Menunggu Hujan

setetes embun akan terpisah dari cahaya pagi
meneteskan senyum bersama terik sinar mentari
akankah kau kan datang kembali bersama senyummu?
ataukah kau kan pergi sambil bernangis pilu!

sore hari kau datang menghampiri menyambut hujan
membekaskan kebahagian yang telah lama gersang
hingga terbendung menjadi sebuah irama kebahagiaan
namun luka mungkin terobati, tapi api akan terus menerjang

malam hari kau yang ditunggu tak kunjung tiba
apakah harus aku menunggu embun atau hujan kemali?
agar ladang kebahagian ini kembali bersemi
menghiasi bunga kerinduan yang akan terus dinanti

nanti? ataukah sampai esok hari dingin ini terus mencekam
menunggu selukujur tubuhku membeku karna kedinginan
karna kehangantan cintamulah yang akan selalu  tergenggam
tapi banyangan itu terus menggangu hingga aku kesepian


Kediri 17-03-2014 19:24

Hilang Tak Membekas


Bau wangi  mengalir bagai air menuju muara
Tapak kaki, dulu, meninggalkan bekas setelah kaki diangkat
Pisau dapur yang tajam,  mulai mencincang.
Jejak tapak kaki yang telah dibuat, telah  menjadi singgasana

Hilang!

Air yang menuju muara seakan telah terpendam oleh bencana
Keindahan dan kemurnian seakan hanya mitos yang melegenda
Alam seperti apa yang tega menindas jejak telapak kaki
kemudian, Singgasana dewa-dewi terkubur oleh modernisasi tradisi.

Yogyakarta 15 oktober 2014

Sabtu, 28 Juni 2014

Suara Di Kesunyian

Suara..
Suara malam tak seindah kemarin, sayang!
Kutipan kutipan gemuruh angin berjalan menghentakkan
Telinga mendegarkan setiap denyutan nadi yang kosong
Bukan saja nadi tapi sejuta teriakan hati melong-long

Irama..
Irama sunyi ini menggugah hati nurani dan jiwa
Mengajak bernyanyi dengan lagu-lagu derita
Dan larut bersama air yang mengalir ke muara
Dipinggiran sungai yang beriak, hati ini terus bersuara

Terpaku..
Terpaku dalam diamnya malam yang semu
Bersama jenuh dan rasa kesal memeluk jiwa
Hantarkan raga ini ke jalan yang penuh kegelapan
Lalu bukalah kekosongan ini dengan perdamain


Jogja 29/06/2014 2:43 AM

Kamis, 03 April 2014

Waktuku

Langit cerah setelah mendung datang menghujani tanah

Butiran mutiara terbelah oleh keangkuhan amarah

Dulu kegelapan menyelimuti seluruh  cakrawala

Datang dan pergi setiap dua hari sekali

Selalu begitu saja, entah apa yang telah terjadi

Bumi tak sadar begitu juga lagit seterusnya membisu

Hanya gemuruh suara angin terus menghapiri sepanjang waktu

Kapan titik cerah akan datang dan menerangi?

Hari demi hari burung terus terpaku menunggu datangnya itu

Apakah masih perlu meunggu sang Hyang mengilhami?

Ini dan itu selalu saja ada sambaran petir di langit

Bukannya menjadi berkah, tapi itu menjadi penyakit

Ya, itu penyakit, membusuk seperti penyakit kulit

Ini bukan di kulit tapi di setiap ruang isi hati

Hati yang selalu membanggakan kesombongan itu

Busuk kawan! salah jika mengatakan itu cinta, tapi itu nafsu

Wahai waktu yang terus membisu.....

Sembilah puluh hari langkah ini berjalan terus dan semakin menjauh

Mendekati ajal di ujung kepedihan yang teramat pilu

Diawali hari kamis yang tersenyum kepada ciptaan Tuhan

Dan kapan akan berakhirnya sekenario tuhan ini?

Tentang perjalanan hidupku, kau,dia, dan mereka

Hingga hari-hariku termakan oleh sang waktu

Dan aku menunggu alam menyapaku disaat ajal menjemputku


Kediri,  01/04/2014 20:17

Minggu, 09 Maret 2014

Api dan air kemarin

bukan saat ini dikala kebisingan
bukan pula besok dikala melanda
lembar demi lembar menjadi kenangan tertulis namamu di bait pertama

kisah ini mengalir di hari kamis awal tahun
dan hari kemarin membeku menjadi batu
bagaimana aku kan menulis lagi namamu
sedang cairan itu telah membekukan tanganku

izinkan aku membuka duniamu saat ini biarkan kehangatan dan kesejuakan menyatu
hingga menghiasi hari ceriamu dalam mimpi
dan kuingin api dan air bisa menjadi satu

Kediri 09/03/2014 17:57