Jumat, 19 Juni 2015

Tentang Kita

Tentang kita, ada segerombolan manusia yang terusir dari tanahnya

Tentang kita, ada segerombolan ibu yang terasing dari tanahnya

Tentang kita, ada seorang yang mati dibunuh seorang tentara

Tentang kita, ada pentani yang dihajar oleh pasukan pengaman dirinya

Tentang kita, ada anak yang mati karena perebutan harta

Tentang kita, ada yang tidak dapat jaminan hidup karena tidak menganut agama impor

Tentang kita, ada yang segerombolan orang terusir sebab dianggap sesat

Tentang kita, ada yang katanya percaya perbedaan tapi tetap membunuh sesama manusia namun yang berbeda

Tentang kita, ada segerombolan orang asing yang merusak alam kepunyaan orang

Tentang kita, ada pemimpin yang menaruh nama diatas rakyat yang hampir menjadi mayat

Tentang kita, ada wanita yang di bunuh kemudian diperkosa karena hasrat uang sepuluh ribu

Tentang kita, ada raja yang mempertaruhakan sabda-sabda busuk untuk  melanjutkan tahtanya

Tentang kita, ada lahan yang akan digantikan gedung ala pusat penerbangan mewah

Tentang kita, ada pertempuran disidang pengadilan yang main sodor-sodoran kekuasaan

Tengang kita, ada orang banyak yang dikelabui tayangan wayang di layar kaca

Tentang kita, ada banyak cerita yang tidak pernah diceritakan dan tidak akan diceritakan sebab cerita kuno dianggap cerita yang datang dari cerita yang tidak dihendaki datang dan cerita yang baru dianggap paling menyenangkan dan akan banyak menghasilkan uang dari pada cerita yang bercerita tentang kita, kita yang dianggap telah usang jika ditulis dalam cerita yang akan disampaikan ke waktu yang akan datang. 

Jogja 19 Juni 2015

Mataku, Mata Damai dan Matamu

Aku selalu berteriak manis namun sangat keras
timbul rasa sadis menguak dari tong kosong
Lalu tinta hitam timbul dari tetesan air mata tuhan
Binar merah kemilau cahaya dari wajahmu, sekejap hilang
Kelabu cinta terpudarkan oleh rasa riang yang datang 

Aku selalu bertanya pada teresan darah yang tumpah
Di tanah yang kering dan di gedung yang hancur
Sebab damai adalah mimpi yang datang dari setiap ucapan manis
Sebab damai adalah candu bimbang para anjing yang selalu melong-long


Aku selalu mengankat jari-jari yang mengarah ke atas
Sekujur telur-telur damai hati tak kunjung meretas
Ada pun kasih yang dikata akan datang dari lonceng gereja
Ada pun hamparan anak yang diperanakkan dari telur damai, tidak pernah ada!

Ini kata yang bisu di semua mata

Mata kasih api, mata kasih peluh dadamu
Menyatu di setiap orok dahak binatang buas
Hantu-hantu palsu datang mengucapkan salam
Kepada tanah, kepada udara yang kia panas
Ucapkan damai yang tak lepas dari gengaman para penganut setan

Aku dan aku...

Pertanyaan hadir berwujud senjata bintang yang bertelur
Suara keras mengancam dibalik dada yang berair surga
Dunia yang dianggap bayangan palsu, itu tiada benar
Tidak ada harapan neraka dan kedatangan surga yang sama dengan yang ada
Matamu yang buta, telah buta selamanya sebab kata yang terurai di udara


Jogja 19 Juni 2015

Senin, 15 Juni 2015

Cerita Dua Pasang Bola Mata

Ada ranting pohon yang patah saat matari tumbuh dewasa.
Ada pula daun yang gugur tak kala angin berdansa,
sejak melihat dua pasang bola mata berlagak cemas,
menghampiri kobaran api.

Ini cerita sekaligus candu ketakutan akan semua ilusi yang tercipta.

Entah siapa yang memulai,
tapi mundurnya waktu tidak mampu menjawab riuhnya suara tabuhan gending perang.
Mulai lah kaki-kaki berjalan menuju lapangan,
seraya berucap nama yang tiada wujud itu di alam bebas.
Lalu banyak tangisan anak kecil yang melepas kepergian bapak-bapak,
yang membawa obor kematian!

 Para istri yang duduk di antara daun yang berserakan di tanah,
menjadi janda dan menangis tersedu-sedu melihat gajah itu menjadi bangkai.
Sebab ganasnya api membuat tubuh menjadi debu,
kemudian hamparan bau surga menantinya esok hari.

Matahari mulai terbit lagi.

Tidak seperti hari kemarin yang bercerita tentang kesedihan batu karang,
sedikit demi sedikit terkikis obak, tetapi lamunan bumi yang disiram darah,
saat ini terus menangis bernada pilu.
 "Kamu dimana?" Pertanyaan kaku anak kecil yang sedang diselimuti rindu,
terbang tak tentu arah, karena tujuan utamanya tertutup kabut,
yang kemudian menghilang.

Cerita ini akan ditutup karena ada parit menghalagi jalannya waktu.
Air mengalir, menjadi kata yang hilang oleh ucap-ucap deras wujud kosong,
wuujud pada dua pasang bola mata itu.

Jogja 16 Juni 2015

Senin, 25 Mei 2015

Bersulanglah Kawan



Sederet kata mulai bergerak membangun cerita
Tinta hitam menguak perasan yang pernah ada
Tertulis indah dunia hijau yang menjadi petang
Gelap-gelap, kita bersama menuju terang

Bersulanglah kawan..

Sebongkah batu di pantai yang mulai hancur
Terhempas ombak bertengger diatas pasir putih
Datang iblis dengan segala keangkuhan
Pedang berlumuran darah telah terpangpang di awan

Syahdu nada becerita tentangmu, iblis dan desiran ombak
Haluan kapal-kapal menembus badai, adalah kau yang berjuang
Saat petir dan mendung hitam berpesta
Keringatmu bercucuran menantang gelap
Teman, tidakkah rembulan masih menyinari wajahmu
Rintik-rintik sinar mentari menjatuhi setiap hati yang menyatu

Kawan...

Andai dirimu tetap berada disampingku
Andai jiwamu masih menyatu denganku
 Maka kita masih bisa menikmati pasir putih bersama
Kita masih bisa berpesta sinar rembulan di singgasana

Jogja, 25 Mei 2015

Sabtu, 09 Mei 2015

Jika Aku Adalah Hujan

Jika aku adalah hujan, maka aku akan membasahi anggur-angur yang bisa memabukkan

Jika aku adalah hujan, maka aku akan selalu menetes di atas daun-daun yang hijau

Jika aku adalah hujan, maka aku akan ada ditengah tanah yang gersang

Jika aku adalah hujan, maka aku akan menghidupi setiap tumbuh-tumbuhan

Jika aku adalah hujan, maka aku akan menari disetiap kegembiraan manusia

Jika aku adalah hujan, maka aku akan berputar-putar dialur sebab kejadian

Jika aku adalah hujan, maka aku akan membaur bersama keindahan seluruh alam

Jika aku adalah hujan, maka aku akan ikut serta menari bersama tawa tuhan

Dan jika aku bukan hujan, maka senantiasa aku akan merindukan tiap tetesan hujan


Jogja 9 Mei 2015

Minggu, 03 Mei 2015

Bermain diatas air

Tak sabarlah kita memang ingin mencandu bibirmu
Menjamahnya dengan lantunan suara syahdu
Diatas atap luar yang sudah mulai rapuh
Suara bising bertebaran membuat angin bergemuruh

Sabarlah Bung..
Kiamat masih belum mau untuk merusak tempat ini
Masa lalupun masih enggan untuk menawarkan gelapnya
Alam semesta masih bersedia mengajak kita bermain
Karena semua hanya meluap diatas air yang mengalir

Jogja 27 April 2015